Apesnya THR ASN Tidak Mampu Puaskan Masyarakat Belanja Persiapan Lebaran

Konotasi.co.id -

Konotasi–Presiden Prabowo Subianto mengatakan tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri, dan pensiunan akan diberikan mulai Senin, 17 Maret 2025.

Dia berharap THR dapat membantu masyarakat dalam menghadapi tingginya mobilitas dan konsumsi selama Ramadan dan libur Idulfitri.

Prabowo mengatakan THR itu akan meliputi gaji pokok, tunjangan melekat dan tunjangan kinerja.

“Tunjangan kinerja akan dibayarkan 100%,” kata Prabowo dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa malam (11/3/2025).

Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2025 yang sudah diteken Prabowo.

Prabowo juga mengatakan gaji ke-13 kepada ASN akan dibayar pada awal tahun ajaran baru sekolah, yaitu pada Juni 2025.

“Semoga dengan adanya kebijakan ini dapat membantu dalam mengelola kebutuhan selama mudik dan terutama libur lebaran,” ujar Prabowo.

Ia menyampaikan kebijakan ini adalah bagian dari upaya pemerintah membantu masyarakat dalam menghadapi tingginya mobilitas dan konsumsi selama Ramadan dan libur Lebaran.

Sebelumnya, Senin (03/03), juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, mengatakan pencairan THR untuk ASN memang akan turun lebih cepat dari yang biasanya 10 hari sebelum hari raya.

Menurutnya, ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, memperkuat konsumsi domestik, serta mendorong perputaran ekonomi di berbagai sektor, terutama perdagangan dan jasa.

Namun, sejumlah ekonom menilai para pekerja memang cenderung berhati-hati di tengah melemahnya daya beli, meningkatnya kebutuhan harian, bayang-bayang pemutusan hubungan kerja (PHK), dan efisiensi anggaran pemerintah yang memicu efek domino di masyarakat.

“Pencairan THR ini memang enggak terlalu bisa menyelamatkan perekonomian yang sedang lesu,” kata Teuku Riefky, peneliti makroekonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia dikutip Kamis, (13/3/2025).

THR Saja? Mana Cukup!

Direktur Eksekutif CORE, Muhammad Faisal Indonesia, mengatakan lemahnya daya beli terjadi salah satunya karena turunnya upah riil, atau kemampuan uang yang diterima masyarakat untuk membeli barang dan jasa.

Karena itu, ia bilang banyak pekerja terpaksa hidup pas-pasan dengan gaji bulanannya, tanpa bisa menyisihkan sebagian pemasukan untuk tabungan.

THR jadi sangat penting karena membuat pekerja bisa meningkatkan konsumsinya, termasuk untuk membeli makanan dan pakaian atau pulang kampung saat Lebaran.

“Jadi maknanya itu besar sekali,” kata Faisal.

Namun, mempertimbangkan perekonomian yang kini lesu, Faisal memperkirakan banyak orang akan lebih hati-hati dalam membelanjakan THR-nya tahun ini, dan konsumsi bisa jadi baru naik di hari-hari jelang Lebaran.

Ini sejalan dengan pernyataan sejumlah warga yang di wawancarai Konotasi yang mengatakan lebih memilih untuk menabung sebagian THR-nya alih-alih dibelanjakan.

Maka, Faisal menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan pertama 2025 bakal melambat dibanding periode sama di 2024 sebesar 5,1%.

Apalagi, pada triwulan pertama 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didorong pemilihan umum presiden yang melibatkan perputaran uang besar.

“Di kuartal satu 2025 ini pertumbuhan ekonomi bisa hanya 4,9%, atau bahkan di bawah itu,” ujar Faisal.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan hal yang sama.

Menurutnya, dengan segala tanda-tanda yang ada, termasuk melemahnya daya beli serta keengganan atau ketidakmampuan masyarakat untuk meningkatkan konsumsi, ekonomi Indonesia bakal hanya tumbuh antara 4,9% dan 4,97% di triwulan pertama 2025.

Deni Surjantoro, juru bicara Kementerian Keuangan, optimistis pencairan THR bakal membawa efek berganda, termasuk meningkatkan konsumsi masyarakat, pendapatan pedagang, produksi, pendapatan pemerintah, dan kesempatan kerja.

“Ini akan berdampak pada perekonomian, seperti meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Deni.

Meski begitu, Teuku Riefky, peneliti makroekonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, menyebut THR saja tidak cukup untuk menyelamatkan perekonomian saat ini.

“Pencairan THR ini memang enggak terlalu bisa menyelamatkan perekonomian yang sedang lesu, karena ini kan banyak sekali faktornya,” kata Riefky.

Untuk memperbaiki keadaan, pemerintah disebut mesti menyelesaikan isu-isu mendasar atau struktural yang ada.

“Seperti isu produktivitas, penciptaan lapangan kerja, lalu kemudian lapangan kerja formal, meningkatkan daya beli masyarakat, itu semua harus dipecahkan dulu,” ujar Riefky.

“Kalau itu enggak dipecahkan, maka saya rasa enggak ada yang bisa signifikan menggenjot kembali perekonomian,” tutupnya.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *