Imbas Prabowo ‘Stecu’, Ruang Fiskal Indonesia Compang-Camping dan Rupiah Terseok-seok

Konotasi.co.id -

Konotasi–Nilai tukar rupiah yang terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998 disebut bakal membuat ruang fiskal Indonesia compang-camping, menurut sejumlah pengamat ekonomi.

Mereka menilai Indonesia rentan tergelincir pada krisis jika tidak ada kebijakan yang bisa mengembalikan kepercayaan investor dan menstabilkan anggaran.

Pada Kamis (27/03) pagi nilai tukar rupiah terpantau bertengger di angka Rp16.600 per dolar AS atau turun 18 poin (minus 0,11%).

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro, menyebut kondisi saat ini berbeda dengan situasi 1998.

Pelemahan rupiah yang sekarang, katanya, terjadi secara bertahap dan tidak seperti krisis 1998 ketika rupiah anjlok tajam dalam waktu singkat.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak akan melemah terus-menerus. Sebab dia mengeklaim ekonomi Indonesia secara fundamental masih kuat.

Para pengamat ekonomi menuturkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebetulnya sudah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir.

Namun situasinya memburuk pada saat periode awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Di bulan November 2024 hingga Januari 2025, rupiah bergerak di rentang Rp15.826-Rp16.355. Kemudian rupiah sempat menguat kembali, tapi sebulan setelahnya ambruk sampai menyentuh angka Rp16.430.

Puncaknya pada perdagangan Selasa (25/03) rupiah ditutup di level Rp16.622. Angka ini nyaris mencapai level terendah dalam sejarah yaitu Rp16.900 pada 17 Juni 1998.

Meskipun pada Rabu (26/03) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 25 poin atau setara 0,14%, tetapi Kamis (27/03) pagi rupiah bertengger di Rp16.606 atau turun 18 poin (minus 0,11%).

Pakar ekonomi juga menuturkan kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Ketika Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terpilih menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia yang baru, IHSG mengalami kontraksi atau penurunan.

Pada Oktober 2024, IHSG masih berada di level 7.772, namun terus mengalami penurunan sampai 19,48% dalam lima bulan terakhir.

Dan sepekan lalu, tepatnya Selasa (18/03) IHSG anjlok 6,12% hingga ke posisi 6.076.

Bursa Efek Indonesia bahkan sempat menghentikan sementara perdagangan saham atau trading halt selama 30 menit pada sesi pertama atau tepatnya pukul 11.19 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).

Para ekonom menyebut dua peristiwa itu saling berkolerasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik domestik maupun global.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menjabarkan dari sisi dalam negeri ada kekhawatiran investor terhadap kebijakan fiskal pemerintah terutama terkait rencana belanja pemerintah.

Seperti yang diketahui dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, Presiden Prabowo Subianto memprioritaskan belanja negara untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan mencanangkan anggarannya sebesar Rp171 triliun.

Agar janji politiknya itu terealisasi, pemerintah melakukan efisiensi anggaran. Termasuk memangkas belanja barang hingga 40% dan realokasi subsidi yang kurang tepat sasaran.

“Makan bergizi gratis saja sampai ratusan triliun, jadi ada ketidakpastian mengenai kesehatan fiskal Indonesia,” ujar Media Askar kepada BBC News Indonesia, Selasa (26/03).

“Dan itu tentu saja mendorong turunnya kepercayaan diri dari investor sehingga mereka menarik uangnya keluar dari Indonesia,” sambung dia.

Faktor kedua, sambungnya, adalah pembentukan super holding BUMN, Danantara.

Para investor, menurut Media Askar, sangat berhati-hati bahkan cenderung memandang negatif perubahan tata kelola investasi ini karena dianggap terlalu terburu-buru.

Persoalan lain di mata investor soal beberapa petinggi Danantara diisi oleh politisi sehingga kebijakan tersebut dinilai tidak kredibel.

“Faktor lainnya pada saat bersamaan, ada penurunan konsumsi domestik,” jelasnya.

“Banyaknya pemutusan hubungan kerja, tutupnya pabrik-pabrik, termasuk desas-desus tidak harmonisnya hubungan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan banyak menteri sehingga dia disebut berencana mundur,” tambahnya.

Faktor berikutnya yang tak kalah penting ialah potensi terjadinya kemunduran demokrasi. Itu ditandai dengan menguatnya peran militer setelah pengesahan Undang-Undang TNI.

Media Askar mengatakan ketika militer menempati jabatan strategis maka akan ada “sentralisasi fungsi pemerintahan”. Artinya, tidak ada lagi independensi di lembaga-lembaga negara dalam mengambil keputusan—yang ujungnya mengganggu kebebasan pasar.

“Sementara kalau terlalu banyak intervensi, pemerintah dianggap tidak kredibel,” katanya.

Sedangkan faktor luarnya didorong kembalinya perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat dan ketidakpastian global.

“Tapi saya melihat kemungkinan besar faktor utamanya lebih banyak didominasi faktor domestik ketimbang global,” jelas Media Askar.

Indonesia Bakal Krisis?

Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, memprediksi nilai tukar rupiah akan mencapai keseimbangan baru pada angka Rp16.500 per dolar AS.

Ia berkata melemahnya posisi rupiah seperti ini sudah pasti mengganggu fiskal negara, sebab nominal yang harus yang pemerintah keluarkan untuk membayar utang serta bunga utang dalam dolar AS bakal membengkak.

Dengan ruang fiskal yang semakin menyempit, belanja pemerintah untuk mendukung sektor riil maupun bantuan sosial sudah pasti dikorbankan alias berkurang.

Padahal hal tersebut semestinya bisa mendorong daya beli masyarakat yang sedang lesu.

“Jadi ada penurunan belanja pemerintah di sektor-sektor yang bisa berdampak terhadap perekonomian dan terutama perlindungan sosial,” papar Muhammad Andri Perdana kepada BBC News Indonesia, Rabu (26/03).

Sementara Presiden Prabowo tetap berkeras menjalankan program mercusuarnya, makan bergizi gratis,” kata dia.

“Dengan tingkat depresiasi sekarang bisa dibilang keuangan negara sudah cukup compang-camping. Ekonomi Indonesia tidak resilient sama sekali seperti yang dikatakan pejabat,” jelasnya lagi.

Andri Perdana maupun Media Askar menilai kalau situasinya tidak berubah maka Indonesia bisa mengarah pada situasi krisis.

Apalagi jika muncul faktor eksternal atau goncangan dari luar yang sangat hebat, misalnya adanya perlambatan permintaan dari China atau semakin ketatnya perang tarif AS.

“Yang terjadi sekarang adalah ketika tidak ada guncangan eksternal sekalipun, kita sudah melukai diri sendiri. Kita sudah ditahap sakit kronis, kalau bisa disebut begitu,” ucap Andri Perdana.

Dampak Lemahnya Rupiah

Tapi lebih dari itu, menurut Andri Perdana, cepat atau lambat melemahnya nilai tukar rupiah bakal segera dirasakan dampaknya oleh masyarakat.

Pengamatannya, sektor manufaktur yang mengandalkan bahan baku dari impor sudah pasti bakal terpukul gara-gara nilai tukar rupiah melemah.

Ia mencontohkan industri makanan yang berbahan dasar kedelai impor bakal kelimpungan lantaran harga produksi membengkak, sehingga mau tak mau mereka terpaksa menaikkan harga jual.

“Kedelai misalnya kan 98% masih impor dan ketika harga-harga pangan yang diimpor semakin tinggi, ya harga yang diterima di pasar akan lebih tinggi,” jelasnya.

Dampak lain yang kemungkinan terjadi adalah pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketika daya beli masyarakat tak kunjung bergairah, maka perusahaan-perusahaan yang mengandalkan impor tersebut akan mengambil langkah untuk mengurangi produksi.

Jika dirasa masih memberatkan, maka bisa saja mereka mengurangi jumlah pekerja dan membatasi perekrutan karyawan baru.

“Jadi kalau ada yang bilang ini saat yang bagus untuk ekspor, ada benarnya. Tapi kebanyakan perusahaan yang berorientasi ekspor cenderung memiliki jumlah pekerja yang sedikit,” ujarnya.

“Bisa dibilang ke depan jumlah pekerjaan dari sektor formal semakin terbatas, hal ini sebetulnya sudah dirasakan sekarang,” imbuh dia.

Kebijakan Pemerintah, Bagaimana?

Pengamat ekonomi Andri Perdana bilang Presiden Prabowo Subianto sudah harus menyadari kalau kondisi perekonomian Indonesia saat ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Presiden maupun pejabat pemerintah, menurutnya, tak bisa lagi mengumbar narasi bahwa fundamental ekonomi Indonesia kuat dan stabil.

Sementara kenyataannya terlihat jelas terjadi “pembalikan arah dari perbaikan ekonomi menjadi perburukan terhadap fundamental ekonomi Indonesia”, klaim Andri.

“Makanya yang pertama harus disadari memang ekonomi kita sangat terbatas. Apa yang disampaikan Presiden Prabowo seakan-akan ekonomi kita semakin baik dan membawa rasa optimistis, tapi tidak sesuai kenyataan”.

Sementara itu, Media Askar menyarankan Presiden Prabowo agar memperbaiki sentimen terhadap investor. Dengan begitu arus modal investasi bisa masuk dan pada gilirannya menguatkan nilai tukar rupiah.

“Enggak bisa pemangkasan anggaran pada saat bersamaan penerimaan kita hancur. Cortex juga hancur berantakan sehingga penerimaan negara turun,” jelasnya.

“Jadi kalau seandainya ingin mengembalikan kepercayaan pasar, benerin dulu fiskal. Jangan hanya sekadar pangkas anggaran, tapi pajak alternatifnya enggak digenjot,” tambah dia.

Langkah selanjutnya yakni memperbaiki regulasi yang mempersulit atau menghambat investasi asing.

“Kemudian rente-rente ini dihilangkan. Termasuk juga banyak sekali asosiasi-asosiasi pengusaha yang justru menjadi broker,” jelas dia.

“Sehingga menyebabkan proyek jadi lebih mahal, itu juga harus dihilangkan,” kata dia.

Terakhir adalah mengurangi ketergantungan pada impor barang konsumsi sehingga defisit perdagangan tidak semakin memburuk.

“Kalau indikator-indikator ekonomi ini baik, sebetulnya sudah otomatis kepercayaan investor juga akan baik. Tapi ini kan Presiden pernyataan-pernyataannya enggak begitu,” imbuh dia.

Prabowo ‘Stecu‘ Saham, Pentingkan Pangan

Beberapa hari setelah IHSG anjlok, Presiden Prabowo Subianto mengatakan harga pangan yang terkendali lebih penting dibandingkan ambruknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Sambil berkelakar, Prabowo menyebut nama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yang disebutnya stres lantaran harga saham yang fluktuatif di antaranya Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

“Pangan adalah yang paling utama. Harga saham boleh naik turun, pangan aman negara aman,” ucap Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (21/03).

Presiden lantas menyinggung kenaikan harga salah satu pangan seperti cabai. Ia mengklaim harga pangan relatif stabil pada periode Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah.

Sementara itu, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Dedek Prayudi meminta publik untuk tidak khawatir dengan iklim investasi di Indonesia setelah runtuhnya IHSG beberapa waktu lalu.

Ia pun menyindir narasi yang menyebut pihak-pihak asing tidak percaya dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sebagai penyebab anjloknya IHSG.

“Katanya asing enggak percaya sama pemerintah Prabowo. Katanya sih, katanya, asing enggak percaya dengan pemerintah Prabowo, sehingga IHSG ditinggalkan, merosot,” ucapnya seperti dilansir Kompas.com.

Adapun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak akan melemah terus-menerus.

Sebab dia mengeklaim ekonomi Indonesia secara fundamental masih kuat.

Penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100% di dalam negeri, ucapnya, selama satu tahun mulai 1 Maret 2025 turut berkontribusi memperkuat fundamental.

Airlangga juga menuturkan, faktor lain yang membuat rupiah berpotensi rebound adalah meningkatnya nilai ekspor Indonesia secara jangka menengah dan panjang.

Kemudian, kuatnya cadangan devisa dan surplus neraca perdagangan yang ikut memperkuat fundamental perekonomian Indonesia.

Dia juga bilang kalau fluktuasi nilai tukar rupiah adalah hal yang biasa terjadi.

“Rupiah kan seperti biasa fluktuasi. Tapi, tentu kita lihat secara fundamental kuat. Kemudian juga kita lihat nanti secara jangka menengah dan panjang kita punya ekspor juga bagus, kita punya cadangan devisa juga kuat, neraca perdagangan bagus,” ujarnya.

Ke depan, lanjutnya, pemerintah akan mengantisipasi penurunan nilai tukar melalui peningkatan nilai ekspor dan deregulasi kebijakan yang berbelit-belit.

“Tentu ekspor harus terus jalan, kemudian deregulasi arahan Bapak Presiden dan perizinan dipermudah sehingga impor ekspor lebih lancar,” tandasnya.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *