Paulus Tannos ditangkap KPK di Singapura

Konotasi– Paulus Tannos, orang Yang Masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Agustus 2019 karena namanya terseret dalam Korupsi E-KTP telah ditangkap di Singapura, penangkapan itu dilakukan oleh pihak Singapura atas permintaan dari pihak Indonesia.
Dilansir dari AntaraNews, Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcyanto membenarkan Tannos telah ditangkap di Singapura, dia mengatakan bahwa ia saat ini sedang ditahan.
“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ungkap Fitroh Rohcayanto dikutip dari antaranews, Jumat (24/1/2025).
Selain itu dikabarkan dari berbagai media paulus telah mengubah kewarganegaraannya sekaligus merubah namanya sehingga kemungkinan akan sedikit terhambat di proses ekstradisi.
Namun Fitroh mengaku pihak dari KPK telah berkordinasi dengan Menteri Hukum, Polri, dan juga Kejaksaan Agung untuk secepatnya mengurus proses ekstradisi agar Tannos secepatnya juga di hadapkan ke persidangan.
“KPK saat ini telah berkoordinasi Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” tambah Fitroh.
Kasus mega korupsi ini dikatakan sebagai kasus korupsi yang proses tabiatnya dilakukan dengan cara kongkalikong antar perusahaan besar negara dengan juga Anggota DPR pada saat itu.
Paulus Tannos yang merupakan direktur utama PT. Sandipala Arthaputra, ditetapkan sebagai DPO/Buronan pada Agustus 2019, ia masuk DPO karena Kasus Korupsi E-KTP terkait pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional tahun 2011 sampai 2013 pada Kemendagri.
Bersamaan dengan Tannos, tiga orang lainnya yang ikut kongkalikong dan ditetapkan sebagai tersangka, diantaranya adalah Isnu Edhi Wijaya (Direktur Utama Perum Percetakan Negara); Miryam. S Haryani (Anggota DPR 2014-2019); juga Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP).
Seperti yang dilansir dari CNN, kasus mega korupsi telah merugikan negara sebanyak Rp 2,3 Triliun. Dan para tersangka yang diatas sudah dijatuhi hukuman sesuai dengan Hukum yang berlaku.
Miryam. S dijatuhi Hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp 200 juta, subsider kurungan tiga bulan penjara sejak tahun 2017 karena telah membawa bukti palsu kedalam persidangan. Sementara Husni Fahmi dan juga Isnu dijatuhi hukuman empat tahun penjara serta denda sebanyak Rp 300 juta.
Mereka telah terbukti melanggar Undang- Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas perubahan Pasal 3 Undang-undang No 31 Tahun 1999.
Penulis : A. M. Said