Peneliti Nilai Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia Jalan di Tempat

Konotasi–Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini, menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan atau berjalan di tempat. Secara global, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih jauh tertinggal.
Orin menjelaskan Indonesia terus berkutat dan belum selesai menangani korupsi akut yang menyangkut wewenang pejabat publik di lembaga legislatif, eksekutif, hingga yudikatif. Menurut dia, politik hukum pemberantasan korupsi di Indonesia masih sangat lemah.
“Harus ada perbaikan arah dan tujuan penegakan hukum, baik dari aspek substansinya maupun evaluasi terhadap berbagai lembaga, khususnya aparat penegak hukum (APH),” kata Orin dikutip Media Indonesia, Senin (5/5/2025).
Menurut Orin, lemahnya pemberantasan korupsi akibat revisi UU KPK yang memberi angin segar bagi pelaku korupsi hingga kebijakan-kebijakan antikorupsi yang banyak digaung-gaungkan, namun gagal menyentuh aspek reformasi mendasar dan reformasi kelembagaan. Hal itu menyebabkan fungsi pengawasan dan pencegahan KPK tidak berjalan efektif.
“Gagalnya pejabat publik menjadi contoh teladan bagi masyarakat, justru yang terjadi sebaliknya banyak kasus-kasus suap yang melibatkan APH dan pejabat publik. Berbagai lembaga seharusnya dievaluasi, diperkuat dengan tindakan pencegahan melalui pendidikan anti korupsi hingga pemberian sanksi hukum dan efek jera melalui pemiskinan koruptor,” jelas dia.
Gagasan-gagasan yang seharusnya dapat mendukung pemberantasan korupsi , seperti RUU Perampasan Aset dan perbaikan UU Tipikor, agar sejalan dengan konvensi internasional antikorupsi (UNCAC), malah tidak kunjung dibahas secara serius oleh pemerintah dan DPR.
“Upaya pemberantasan korupsi sebaiknya jangan hanya jadikan ajang formalitas, tetapi harus diikuti dengan pengawasan dan pemberian sanksi yang memberikan efek jera jika terjadi pelanggaran,” jelas Orin.
Orin menyoroti pentingnya kiprah KPK yang justru semakin diperlemah. Selama puluhan tahun, KPK mempunyai peranan penting sebagai panutan kelembagaan yang memegang teguh prinsip integritas. Sayangnya, peran tersebut mulai menurun dalam beberapa waktu terakhir.
“KPK memiliki tupoksi di bidang pencegahan, pendidikan, dan penindakan korupsi, namun beberapa kasus yang kontroversial dan melibatkan penguasaan terkadang tidak memuaskan, serta tidak mampu membangun kepercayaan masyarakat,” ujar dia.
Padahal, lanjut Orin, salah satu upaya yang harus dilakukan KPK untuk mencegah korupsi adalah dengan memberikan edukasi dan penanaman integritas budaya di lingkungan internal pemerintah, terutama dalam birokrasi kerja-kerja.
“Ini sangat penting untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Dan pencegahan harus diikuti dengan pengawasan dan pemberian sanksi, bukan hanya tugas KPK saja tapi juga menjadi tugas dari masing-masing lembaga,” ujar dia.
Menurut Orin, KPK harus membenahi sistem internal dan memperkuat taringnya untuk menjadi punggawa pencegahan antirasuah. Selain itu, tata kelola penegakan hukum yang serampangan semakin menjauhkan KPK dari lembaga yang selama ini menjadi teladan bagi lembaga publik lainnya.
“Berbagai pejabat yang tidak patuh LHKPN juga belum ditindaklanjuti secara maksimal, termasuk harus memperkuat dan responsif terhadap laporan-laporan yang disampaikan PPATK karena itu merupakan instrumen pencegahan,” kuncinya.