Politik Indonesia 2025: Pola Lama atau Pola Baru?”

Opini–Menjelang 2025, kita kembali berdiri di persimpangan sejarah politik Indonesia. Pergantian tahun bukan sekadar momentum perhitungan waktu, melainkan refleksi atas arah bangsa: apakah kita masih berjalan di atas pola-pola lama, ataukah ada keberanian untuk merancang pola-pola baru yang lebih progresif?
Politik Indonesia, seperti juga bangsa lainnya, adalah cerminan dialektika antara masa lalu dan masa depan. Pola lama patronase, oligarki, dan pragmatisme jangka pendek sering kali menjadi bayang-bayang yang sulit dilepaskan. Ia menawarkan stabilitas semu, tetapi mengorbankan inovasi dan akuntabilitas.
Di sisi lain, pola baru menjanjikan transformasi yang lebih demokratis, inklusif, dan berbasis solusi jangka panjang. Namun, pola baru juga menghadapi tantangan besar yakni resistensi dari aktor-aktor yang diuntungkan oleh status quo, serta kurangnya kepercayaan publik akibat luka politik yang belum sepenuhnya sembuh.
Dalam analisis ilmiah, perubahan politik tidak pernah terjadi secara linear. Ia adalah proses yang kompleks, penuh dengan negosiasi antara kekuatan progresif dan konservatif. Namun, dari perspektif sastrawi, politik adalah narasi yang terus ditulis. Setiap aktor, rakyat, dan pemerintah, hingga oposisi memegang remot untuk menentukan arah cerita.
Tahun 2025 adalah babak baru dalam novel panjang ini, dan pertanyaannya adalah: apakah kita akan mengulang plot yang sama, atau menciptakan plot twist yang lebih segar?
Pola lama, meski mengakar, sebenarnya rapuh di tengah perubahan zaman. Digitalisasi, kesadaran generasi muda, dan tekanan global mengubah lanskap politik dengan cepat. Pada saat yang sama, pola baru memerlukan infrastruktur mental dan institusional yang belum sepenuhnya kokoh. Inilah paradoks yang kita hadapi: perubahan yang tak terelakkan, tetapi penuh ketidakpastian.
Jika 2025 ingin menjadi titik balik, maka jawabannya terletak pada sinergi antara visi baru dan keberanian kolektif. Rakyat harus lebih kritis, politisi harus lebih berintegritas, dan sistem politik harus lebih adaptif terhadap tantangan zaman.
Politik Indonesia tidak bisa lagi sekadar menjadi panggung perebutan kekuasaan, ia harus menjadi arena di mana gagasan, solusi, dan aspirasi rakyat mendapatkan ruangnya.
Penulis: Sultan