Refleksi Awal Tahun Problematika Perguruan Tinggi

Oleh: Muh. Zulhamdi Suhafid
(Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Alauddin Makassar)
Tahun baru kerap kali disambut dengan resolusi baru untuk menuntun arah hidup seseorang. ada berbagai polemik yang kemudian hadir ditengah-tengah masyarakat, sehingga ini yang menjadi sebuah wacana terbaru untuk dibahas lebih lanjut.
Memasuki awal tahun 2025, dalam menyongsong kemajuan peradaban bangsa indonesia, dunia pendidikan selalu menjadi sektor krusial dalam meneropong arah perkembangan pendidikan khususnya dalam dunia pendidikan tinggi. Saat ini, di indonesia tengah dilanda berbagai polemik dalam dunia perguruan tinggi seperti Kampus menjadi tempat produksi uang palsu, terjadinya sebuah pelecehan seksual, krisis kebebasan berpendapat, dan masih banyak yang lainnya.
Hal ini yang perlu kita telaah lebih jauh, mengapa kampus yang seharusnya memproduksi ide dan gagasan untuk kemajuan bangsa, kini diterpa berbagai masalah yang sangat buruk. Juga seharusnya menjadi wadah untuk menciptakan ruang-ruang dialektika untuk menumbuhkan pemikiran atau ide baru dalam menyongsong perkembangan peradaban nusantara.
Dalam catatan refleksi yang penulis temukan bahwa di tahun 2025 ini, perlu ada gebrakan untuk kembali menumbuhkan kultur intelektual dalam dunia pendidikan tinggi. Dapat dilihat dikampus UIN Alauddin Makassar atau biasa disebut sebagai kampus peradaban, dimana era globalisasi teknologi informasi semakin pesat, makin menurun kultur intelektual dilevel mahasiswa, sehingga ini yang menjadi suatu kemerosotan budaya baca dan diskusi. perlu diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa saat ini, lebih tergerus oleh perkembangan zaman teknologi 5.0, dimana krisis moral mulai terjadi di mana-mana, dapat dilihat maraknya kalangan mahasiswa(i) yang melakukan penipuan online, judi online, game online, dan lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan terjadi sebuah depresi dan bunuh diri apabila dilakukan secara berlebihan.
sederhananya, mengembalikan kultur intelektual yang seharusnya dirawat oleh mahasiswa melalui kajian, diskusi, dan menulis sebuah artikel ilmiah, kini semakin minim terlihat oleh masyarakat. Sebab, ada banyak mahasiswa saat ini terlalu cepat menjustifikasi suatu isu, tanpa membaca dan meriset terlebih dahulu. Sehingga kemunduran kultur semakin nampak adanya.
Maka dari itu, perlu ada lokomotif pemikiran pembangunan kampus untuk menyongsong ulang kultur tersebut yakni lembaga kemahasiswaan. Lembaga kemahasiswaan seharusnya mengedepankan dan membudayakan kultur intelektual dalam mendorong peningkatan kualitas berfikir kritis mahasiswa, sehingga ini yang akan menjadi pemantik untuk menumbuhkan ide-ide cemerlang yang dapat dimanifestasikan melalui tulisan-tulisan artikel ilmiah seperti jurnal, buku, opini, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, sinergitas sesama lembaga kemahasiswaan perlu diperkuat dan juga perlu adanya kolaborasi dengan civitas akademika untuk menumbuhkan kembali kultur intelektual mahasiswa. Selain itu, harus ada program pelatihan yang berperspektif keislaman dan keindonesiaan sebagai kelas alternatif atau kelas belajar tambahan diluar dari kelas ruang perkuliahan.
Oleh karena itu, mahasiswa harus hadir dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk terus menumbuhkan kultur intelektual didalam kampus. Jangan sampai kampus hanya menjadi sebuah tempat produksi lulusan pekerja industri yang mengabaikan esensi dan peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang diharapkan dapat berkontribusi untuk kemaslahatan bersama.
Harapan di tahun baru ini, perguruan tinggi perlu melakukan rekonstruksi kultur intelektual yang harus dipelopori oleh kaum-kaum mahasiswa. Peran mahasiswa sangat strategis untuk melakukan sebuah gerakan rekonstruksi melalui lembaga kemahasiswaan, agar upaya tersebut dapat memudahkan akses mobilisasi massa. Hal ini merupakan upaya resiliensi pengetahuan sebagai upaya merawat kultur intelektual mahasiswa.
Merawat kultur intelektual mahasiswa berarti menciptakan ekosistem yang mendukung tumbuh kembangnya pemikiran kritis, inovatif, dan konstruktif. Ini bukan hanya tentang prestasi akademik, tetapi juga tentang membangun karakter intelektual yang kokoh, yang mencakup kebiasaan membaca dan menganalisis secara mendalam, Budaya diskusi dan debat yang sehat, Tradisi penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan Etika akademik yang kuat.
Gerakan rekonstruksi kultur intelektual ini merupakan sebuah upaya komprehensif yang membutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh elemen kampus, dengan mahasiswa sebagai ujung tombaknya. Keberhasilan upaya ini akan menentukan kualitas generasi intelektual masa depan dan pada akhirnya berkontribusi pada kemajuan bangsa secara keseluruhan.